BANDUNG – Unjuk rasa memperingati satu tahun kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka di Kota Bandung, Senin (20/10/2025), berlangsung aman, tertib, dan tanpa insiden anarkis.
Keberhasilan ini tak lepas dari peran Tim Negosiator Mojang Lodaya, pasukan Polwan Polda Jawa Barat yang menjadi garda terdepan pendekatan humanis dan persuasif dalam pengamanan aksi.
👮♀️ Polwan Mojang Lodaya, Garda Humanis di Tengah Aksi
Tim Negosiator Mojang Lodaya menjadi sorotan utama dalam pengamanan unjuk rasa kali ini. Dengan mengenakan rompi khas yang memadukan unsur kearifan lokal Sunda dengan seragam kepolisian, para Polwan ini tampil berbeda — lembut namun tegas, komunikatif namun disiplin.
“Tim Negosiator Mojang Lodaya terdiri dari Polwan-Polwan pilihan dengan kemampuan komunikasi dan empati tinggi. Mereka proaktif menjalin komunikasi dua arah dengan para koordinator aksi dan peserta unjuk rasa. Dengan senyum dan pendekatan persuasif, mereka menjembatani perbedaan, meredam emosi, dan menjaga agar aksi tetap tertib,” ujar Kabid Humas Polda Jabar Kombes Pol. Hendra Rochmawan, S.I.K., M.H, Selasa (21/10/2025).
Pendekatan dialogis ini terbukti efektif dalam menghindari gesekan antara massa dan aparat. Tidak ada penggunaan kekuatan berlebihan, tidak ada insiden, dan seluruh rangkaian aksi berjalan damai hingga selesai.
🕊️ Rompi Mojang Lodaya, Simbol Kearifan dan Keakraban
Rompi Mojang Lodaya bukan sekadar atribut. Desainnya yang menonjolkan ornamen khas Sunda memberikan citra positif dan mudah diterima masyarakat. Simbol ini menjadi jembatan antara aparat penegak hukum dan warga, menciptakan komunikasi yang lebih hangat dan manusiawi.
Pendekatan ini sejalan dengan semangat Polri Presisi yang digagas Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo — yakni, polisi yang prediktif, responsibilitas, dan transparansi berkeadilan.
“Rompi ini bukan sekadar seragam, tapi simbol kehadiran polisi yang dekat dengan masyarakat. Kami ingin menunjukkan bahwa menjaga keamanan tidak selalu harus keras. Dialog dan empati justru bisa lebih menenangkan,” tambah Kombes Hendra.
💬 Demokrasi Humanis, Bukan Represif
Keberhasilan pengamanan aksi unjuk rasa kali ini menjadi model pengelolaan keamanan berbasis empati dan komunikasi. Tim Mojang Lodaya membuktikan bahwa pendekatan humanis lebih efektif dibanding cara-cara represif yang kerap memicu konflik di lapangan.
Pendekatan ini juga memperlihatkan wajah baru Polri — yang ramah, berbudaya, dan melindungi hak konstitusional warga negara untuk menyampaikan pendapat di muka umum.
“Unjuk rasa adalah bagian dari demokrasi. Kami tidak hanya menjaga keamanan, tapi juga memastikan hak masyarakat untuk menyuarakan pendapat tetap terlindungi,” tutur salah satu anggota Mojang Lodaya di sela kegiatan.
🌸 Perempuan di Garda Depan Perdamaian
Kehadiran Polwan di garis depan bukan hanya simbol kesetaraan gender, tapi juga bukti bahwa sentuhan feminim bisa menjadi solusi dalam menjaga stabilitas sosial. Dalam aksi kali ini, Mojang Lodaya berhasil mengubah potensi konflik menjadi ruang dialog dan saling pengertian. Kinerja mereka pun diapresiasi oleh masyarakat dan peserta unjuk rasa yang merasa nyaman menyampaikan aspirasi tanpa intimidasi.
🏆 Citra Baru Polri di Mata Rakyat
Keberhasilan pengamanan ini menambah daftar prestasi Polda Jawa Barat dalam menciptakan iklim demokrasi yang damai dan tertib. Pendekatan “humanis berbasis kearifan lokal” yang diterapkan Mojang Lodaya kini menjadi contoh nyata bahwa polisi bisa tegas tanpa harus keras, dan berwibawa tanpa harus menakutkan.
“Kami berharap, model pengamanan seperti ini dapat menjadi SOP bagi seluruh jajaran Polri di Indonesia. Karena wajah polisi yang ramah dan humanis adalah dambaan masyarakat,” tutup Kombes Hendra.
Reporter |Rie’an|Editor | Beta.37 |Nusacitra.com












