CIANJUR –Direktur Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) Baladhika Adhyaksa Riki Rizki, menegaskan bahwa dugaan penyelewengan dana Program Indonesia Pintar (PIP) di SDN Nyalindung 1, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur, merupakan bentuk pelanggaran hukum serius yang tidak bisa ditoleransi.
Menurutnya, dana bantuan pendidikan seperti PIP bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dilindungi oleh undang-undang. Sehingga, siapa pun yang terbukti menyalahgunakan atau memperkaya diri dari program tersebut dapat dijerat dengan tindak pidana korupsi.
“Kami sangat menyayangkan jika benar terjadi penyimpangan dalam penyaluran dana PIP. Ini bukan sekadar kelalaian administratif, tetapi kejahatan moral dan hukum. Karena uang itu adalah hak anak-anak bangsa dari keluarga tidak mampu,” ujar advokat muda, Rabu (15/10/2025).
Ia menegaskan, perbuatan semacam ini termasuk dala kategori tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pasal 2 ayat (1) menyebutkan:
“Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun serta denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.”
Sedangkan Pasal 3 mengatur tentang penyalahgunaan kewenangan oleh pejabat atau pihak yang memiliki tanggung jawab dalam pengelolaan keuangan negara.
“Jika ada oknum yang memanfaatkan jabatannya untuk menguasai atau mencairkan dana PIP tanpa hak, jelas masuk unsur penyalahgunaan kewenangan. Aparat penegak hukum wajib menindak tegas tanpa pandang bulu,” tegas Riki yang juga pimpinan Redaksi nusacitra.com
Selain itu, Riki juga menambahkan bahwa apabila dalam proses pencairan terdapat dugaan pemalsuan dokumen atau tanda tangan penerima bantuan, maka pelaku juga dapat dijerat dengan Pasal 263 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang pemalsuan surat, dengan ancaman pidana penjara maksimal 6 tahun.
Lebih lanjut, Riki mendesak Kepolisian Resort (Polres) Cianjur dan Kejaksaan Negeri (Kejari) Cianjur untuk segera turun tangan melakukan penyelidikan mendalam, termasuk memanggil pihak-pihak terkait seperti mantan operator sekolah, kepala sekolah terdahulu, maupun pihak perbankan yang menyalurkan dana PIP.
“Kami mendorong Kejari dan Polres Cianjur untuk segera mengusut tuntas. Tidak boleh ada tebang pilih. Siapa pun yang terlibat, baik dari unsur sekolah, birokrat, maupun pihak ketiga, harus dimintai pertanggungjawaban hukum,” tegasnya lagi.
Sebagai lembaga bantuan hukum, LKBH Baladhika Adhyaka juga membuka posko pengaduan dan pendampingan hukumnbagi para wali murid yang merasa dirugikan.
“Kami siap mendampingi secara hukum para korban agar hak anak-anak mereka dikembalikan. Negara tidak boleh abai terhadap hak pendidikan,” tutupny. (**)











